Saya lanjutin cerita saya yaa, tentang melahirkan normal atau Caesar? Yang belum baca part 1 nya bisa baca disini ==> PART 1
Selasa, 12 April 2016.
Dini hari, terlihat raut muka cemas, tegang, dan mengharukan dari wajah Rudi. Saya tahu, Rudi lebih mudah panik dibandingkan saya, apalagi saat melihat saya menangis, Rudi ikut meneteskan air mata. Kami menangis bersama.. Disaat yang mellow ini, tiba-tiba ada pasien lain yang masuk dalam ruang VK. Dalam kesakitan, saya masih mencuri dengar informasi dari wanita yang kalau tidak salah sudah memasuki pembukaan sembilan. Saya tak ingat betul waktunya, karena saya sedang fokus menahan rasa sakit, yang saya ingat saat adzan subuh bayi dari pasien disebelah sudah dibersihkan. Rasanya saya makin down. Koo orang lain cepet banget sih? Pembukaan saya koo nggak maju-maju? Apa ada kesalahan saya yang menyulitkan orang lain sehingga proses persalinan ini tersendat?
Saya dan Rudi akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah sakit tanpa rujukan dari puskesmas. Kami memilih melakukan tindakan Caesar. Namun bidan yang sedang piket saat itu tidak mengizinkan kami pergi. Daripada berdebat, sambil menunggu Bapak Rudi yang akan membawa mobil akhirnya kami sabar. Rasa linu yang saya rasakan makin hebat. Kini terisak tidak lagi meringankan rasa sakit yang saya alami, saya mulai menangis seperti anak kecil, mengeluarkan suara yang sampai saat ini masih sering menjadi bahan candaan oleh Mamah, Papah, dan Rudi. Hufft.
"Sakiit mamah, sakiiitt.." hahahaha, kalau ingat saat-saat itu benar-benar penuh kesan. Antara sedih karena memang sakit dan ingin tertawa mengingat saya seperti anak kecil. Mama mencoba meringankan rasa sakit dengan menggosok-gosok pinggang saya, namun saya malah merasa seperti kulit pingang terkikis karena sering digosok. Pokonya waktu itu lagunya Raisa banget deh, SERBA SALAH!
Jam 9 pagi, pergantian piket bidan sudah terjadi namun pembukaan saya masih saja dipembukaan satu. Bidan malah berbagi cerita bahwa iapun dulu saat melahirkan anak pertama jarak dari pembukaan 4 ke pembukaan sepuluh itu sekitar 4 hari. Dia bilang saat pembukaan 4, masih belum maju akhirnya ia beraktivitas seperti biasa. Jadi dia bilang "Santai aja bu, kalau anak pertama mah emang suka lama.." Iyuwh! Bu, klo saja nggak sesakit ini, saya juga nggak masalah nunggu seminggu lagi ampe pembukaan sepuluh! Rasanya mau bilang gitu, tapi saya tahan. Energi saya sudah hampir habis untuk menahan sakit sembari menangis. Lebih kesal lagi saat ada perawat magang yang juga berkomentar "Iyaa bu, sabar yaa.. Biasanya anak pertama gini suka lama..". Padahal saya tahu mereka belum pernah ngalamin kehamilan, ah nikah juga belum :( Yasudahlah. Biarin mereka mau komen apa, saya dan rudi sudah membulatkan tekad bahwa Caesar adalah jalan keluarnya.
Saya kurang ingat, setelah atau sebelum Dzuhur akhirnya saya dibawa ke rumah sakit. Terakhir dilakukan pemeriksaan tekanan darah saya masih stabil dan detak jantung bayipun normal. Serta air ketuban sudah sedikit merembes, sementara pembukaan masih pembukaan satu. Saat keluar dari puskesmas, Mama, Rudi, Mamah dan Bapak Rudi serta adik-adiknya bersepakat membawa saya ke rumah sakit kasih bunda. Diperjalanan kami masih berharap saya bisa melahirkan Caesara normal. Bahkan saat sampai kerumah sakit, saya masih harus menunggu pembukaan terjadi.
Jam 1 Siang, saya sudah berada diruang tindakan. Saat dilakukan PD ternyata pembukaan saya sudah meningkat menjadi pembukaan 2. Alhamdulillah, namun rasa sakitnya kian menjadi. Saya menyerah, saya merasa sangat lemah. Rudi sudah mengurus administrasi untuk tindakan Caesar, sementara dokternyapun belum datang. Entah kapan operasi akan dilakukan, sampai akhirnya setelah magrib menjelang bidan dan suster mulai memasang alat-alat persiapan operasi...
Jadi apa alasan saya harus Caesar?
Tentu saja takdir, selain itu ada banyak hikmah dari ketidakberdayaan saya melawan linu cenat cenut pembukaan. Saya salut pada semua Ibu yang bisa melahirkan lancar melalui pervaginaan, tapi yang melahirkan Caesara Caesar juga tidak bisa dianggap "enak", karena justru setelah operasi ini makin banyak tetek bengek yang harus diurus, banyak hal yang harus dipantang, dan makin banyak biaya yang harus dikeluarkan, hihihi.
Mau melalui tidakan apapun, asalkan Ibu dan Bayinya selamat mah nggak apa-apa :)
Saran saya, saat ada yang sedang hamil atau mau melahirkan nggak usah ditanya "Mau lahiran dimana?" karena hanya Allah yang tahu kapan bayi itu akan lahir, sementara tempatnya pun bisa berubah tidak sesuai rencana. Doakan lah yang terbaik agar Ibu dan Bayinya selamat, serta Ayah dan keluarganyapun ikut berbahagia. Sekian curhatan saya yang baru merasakan jadi emak-emak, nulispun rasanya nggak karuan yang penting apa yang saya ingin ungkapkan bisa tertulis dipostingan ini hehehe.
Semoga bermanfaat ^^
Bacanya jd ikut deg degan, tapi emang bener sih teh, kembali ke takdir. Aku juga berharap normal ky anak pertama dulu, tapi wllahualam, berusaha berdoa yg terbaik :)
ReplyDeleteHeheh iya teh, btw selamat yaa anak ke-2 nya udah lahir ^^
DeleteAlhamdulillah sudah lahir baby Khalif sehat selamat, ibunya juga sehat.
ReplyDeleteIya teh, alhamdulillah ^^
Deletemakasih amy..inspiratif sekali,aku juga berharap yang kedua ini normal lagi,,tapi semua kembali lagi ke takdir Allah.. :) semangat..baik sc atopun normal tetap ibu sejati yg berjuang buat lahirin bayi kita kedunia 😇
ReplyDeleteSama-sama mba, makasih sudah mampir. Semoga doanya dikabulkan Allah ya mba ^^
DeleteSemangat! ;)
baca tulisan iin jadi was wasa gtu ya,
ReplyDeletetapi sya ucapkan syukur sudah lahir, slamat ya mbak
Hehehe iyaa, berkesan banget pokoknya kalau inget lagi jadi suka waas juga :D
DeleteMakasih sudah mampir yaa ^^